Saturday, March 3, 2012

Terusan mimpi tadi malam

Kali  ini seorang pemain sepak bola muda sebuah liga di kotaku.
rambutnya sedikit bergelombang, dengan kaca mata membingkai wajahnya
Ia berjalan sedikit terseok, awal ia menjajak di sekolah barunya.
tidak rapi. itulah pandangan semua mata. tapi kemudian ia tersenyum, dan menghentikan wajah guruku yang mulai mengerut akibat marah.
kelas ku ini kecil. bagian minoritas. tapi kelasnya melewati ruangan sempitku.
katanya itu hari pertama ia masuk. tasnya tak kelihatan bermerek, dengan sepatu hitam polos velvet.
di bahunya tersampir sebuah jaket merah, hitam, putih, model jaman sekarang.
adik kelasku tak tahan untuk terus menjerit dan melompat kegirangan disebelahku melihat lelaki baru itu berjalan mencari kelasnya. ya, dia memang terlihat tampan.
tapi kemudian, tasnya tak sengaja menyenggol kepalaku yang ia bawa menyampir.
ia meminta maaf kemudian tersenyum, tapi samar di mataku.
dia menghela napas, menegak. "maaf" katanya
aku pun mengangguk kecil, dan membalas dengan senyum kecil pula.
dan ia kembali berjalan. tapi, kemudian ia menoleh, tersenyum lagi, kali ini dengan meletakkan tasnya di punggung. aku tersenyum, supaya tidak ada korban lagi rupanya,..
Sejak hari itu, ia tertarik dengan kelasku.
hari berlanjut dengan kedatangannya bila istirahat berlangsung. dia suka kami.
kami yang minoritas. ternyata ia juga merasa bagian dari minoritas. ia tidak suka keramaian.
sungguh ramai hidupnya dengan permasalahan, tidak ingin diganggu kembali dengan teriakan histeris para perempuan yang memujanya. aku tersenyum dari balik laptopku di meja,
ia senang merapatkan punggungnya pada dinding dingin, dari panasnya cuaca. aku dan dia sudah lama saling mempunyai nomor telepon masing-masing. tapi terlalu takut untuk memulai.
saat itu, kami sama-sama mempunyai pandangan yang sama.
kami lebih suka berbicara langsung, daripada bergombal di balik layar, yang kadang menjadi pedang pembunuh perasaan paling ampuh. ketika pulang, dia bisa mengajakku untuk sekedar berkeliling.
dia bercerita tentang sepak bolanya. aku bercerita tentang puisiku.
dan ketika malam, kami mulai menutup hari dengan saling mengucapkan selamat tidur.
aku sudah mendapatkan trauma. untuk terjerumus terlalu cepat dalam sebuah hubungan. begitu pula dia, tapi kami saling bercerita tentang perasaan masing-masing. dia pun melonggar.
tapi ketika itu, dia ke kelasku saat pulang sekolah, dia terlihat berkeringat, sepertinya habis berlari atau bermain.
aku sedang membereskan mejaku. dia lalu memegang lenganku dan berkata bahwa jika ia tidak cepat-cepat ia akan kehilanganku. napasnya lalu tersengal dan batuk. aku masih terpana.
'hati-hati..' aku tertawa 'tapi aku tidak mengerti'
lalu dia tersenyum lebar dan menarikku ke pojok jendela kelasku.
ditariknya sebuah kertas lecek dari saku celananya, dan dia berdehem smbil mengepalkan tangannya.

'Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kecup perempuan, tinggalkan kalau merayu
Pilih kuda paling liar, pacu laju
Jangan tambatkan pada siang dan malam' 



Dia mengutip Sang Anwar, saat sore kita di taman, dia sibuk dengan cerita liganya, akupun sibuk dengan cuplikan puisi sangsi ini. ternyata pun dia menyimak.
tak sadar aku tersenyum sambil menangis. aku mengerti maksudnya.
'kenapa kau berkeringat, habis tak hujan..'
'sedetik hilang tidak akan ditemukan lagi. dan aku tak mau menyesal nantinya'
kami berdua tidak matang. masih mentah.
sedikit pengetahuan kami seperti adam dan hawa.
tapi itulah kami,
tak sadar sekelas mendengar pembicaraan kami, dan mereka pun bersorak seperti habis perang.
dia lalu dengan bangga dan senyumnya menatapku.
dan aku pun tak bisa berhenti menatapnya.

Waktu bisa berlalu, kami bisa berlari, tapi detik kami habiskan mencipta sebuah pengartian dalam hati. yang bahkan waktu tidak mampu melogika



0 comments:

Post a Comment

 
;